JAKARTA MSM.COM – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional (ATR/BPN) berupaya memitigasi penyelesaian dan konflik
pertanahan dengan transformasi digital dalam pendaftaran tanah serta
berkolaborasi lintas sektor. Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal
(Sekjen) Kementerian ATR/BPN, Suyus Windayana dalam diskusi bertema “Mitigasi
Hukum Hadapi Konflik Agraria” yang digelar CNBC Indonesia di Bali Ballroom
Kempinski Indonesia, Jakarta, Selasa (15/10/2024).
Ia menjelaskan, Kementerian ATR/BPN menjalankan transformasi
digital untuk mengurangi konflik pertanahan, terutama yang disebabkan oleh
tumpang tindih tanah. Suyus Windayana berharap, digitalisasi sistem pertanahan
dan penerbitan Sertipikat Tanah Elektronik akan lebih memudahkan dan
meningkatkan kepercayaan masyarakat.
“Jadi pendaftaran tanah sekarang menggunakan teknologi-teknologi
GPS, di mana koordinatnya sangat akurat, yaitu selisih beberapa sentimeter.
Dengan digitalisasi, kami telah menerbitkan lebih dari 1,5 juta Sertipikat
Tanah Elektronik dari tahun ini. Bapak/Ibu ke depan bisa cek langsung
sertipikatnya di barcode yang ada, betul tidak itu diterbitkan oleh Kementerian
ATR/BPN, siapa yang tanda tangan, bentuknya sama atau tidak,” ungkap Suyus
Windayana.
Hingga saat ini, Kementerian ATR/BPN telah berhasil mendaftarkan
118 juta bidang tanah atau 94,12% dari target yang diberikan hingga tahun 2025.
Sejumlah kabupaten/kota juga sudah dinyatakan Lengkap secara administrasi
pertanahan dan segera digabungkan dengan data pemerintah kabupaten/kota,
sehingga membantu penentuan batas-batas wilayah.
“Kita sudah mendeklarasikan 79 Kabupaten/Kota Lengkap, harapan
kita semakin kecil penyelesaian dan konflik di 79 kabupaten/kota ini karena
kita sudah melakukan pengukuran, pendataan, dan ini akan terus bergulir. Mau
kita gabungkan datanya dengan pemerintah kabupaten/kota. Jadi ke depan, data
PBB dan data pertanahan ini menjadi satu kesatuan,” tutur Sekjen Kementerian
ATR/BPN.
Selain itu, Kementerian ATR/BPN juga memiliki strategi untuk
memastikan tidak terjadi konflik horizontal antara perusahaan dan penduduk
desa. Salah satunya dengan memberikan Hak Pengelolaan kepada masyarakat hukum
adat. “Masyarakat hukum adat itu diberlakukan sebagai subjek hak yang dapat
diberikan Hak Pengelolaan, artinya masyarakat adat ini bisa diberdayakan
masyarakat lahan-lahannya, sehingga perekonomian hukum adat itu juga bisa
naik,” ungkap Suyus Windayana.
Terakhir, Sekjen Kementerian ATR/BPN mengungkapkan, pembentukan
Satgas Anti-Mafia Tanah yang berkolaborasi dengan Kejaksaan dan Kepolisian
merupakan bentuk penanganan penyelesaian dan konflik pertanahan. “Kami juga
melatih para hakim, kami membuat semacam sertifikasi. Jadi di depannya dengan
Pak Ketua Mahkamah Agung, kita berharap semua hakim-hakim yang mengadili
masalah pertanahan itu mempunyai sertifikasi pengetahuan terhadap pertanahan
supaya persepsinya sama dalam hal memutuskan,” simpulnya.
Turut hadir sebagai narasumber dalam kegiatan ini, Koordinator
Jaksa Agung Muda Intelijen, Irene Putri; Direktur Jenderal Penegakan Hukum
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rasio Ridho Sani; serta Kepala
Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar sebagai moderator. Dalam
kesempatan ini, Sekjen Kementerian ATR/BPN didampingi jajaran Biro Hubungan
Masyarakat Kementerian ATR/BPN.
baca berita lainnya di google news